Translate

Monday, 18 September 2017

Materi IPS Kelas 7: Perkembangan Masa Hindu Buddha Di Indonesia

PERKEMBANGAN MASA HINDU BUDDHA DI INDONESIA
Masuknya ajaran Hindu-Budha ke tanah air selain berpengaruh dalam pola kehidupan masyarakat Indonesia, juga sangat berpengaruh dalam tata pemerintahan ketika itu. Pengaruh kerajaan-kerajaan di India yang menerapkan sistem keturunan dalam pergantian raja, mulai diterapkan di kerajaan-kerajaan tanah air yang sudah dipengaruhi ajaran Hindu ataupun Budha. Beberapa kerajaan Hindu dan Budha yang pernah berdiri di Indonesia adalah : 
1.   Kerajaan Kutai
Kutai merupakan kerajaan tertua yang pernah tercatat dalam sejarah Indonesia. Berdasarkan sumber-sumber sejarah yang ditemukan, Kerajaan Kutai berkembang di tepi Sungai Mahakam, Kalimantan Timur. Kerajaan Kutai berdiri sekitar abad 4 M. Sumber sejarah Kutai adalah prasasti yang berbentuk Yupa atau tugu batu bertulis dengan huruf Pallawa dan berbahasa Sansekerta. Prasasti tersebut menjelaskan: Silsilah Raja Mulawarman; Kemuliaan Raja Mulawarman; dan hadiah Mulawaman pada para Brahmana. Raja pertama kerajaan Kutai adalah Kudungga, yang memiliki putra yang bernama Asmawarman. Dan Asmawarman memiliki putra yang bernama Mulawarman. Keluarga Kudungga pernah melakukan upacara Vratyastoma, yaitu upacara Hindu untuk penyucian diri sebagai syarat masuk pada kasta ksatria.
Raja yang termasyhur adalah Raja Mulawarman. Ia adalah penganut agama Hindu Syiwa. Tempat sucinya dinamakan Waprakeswara. Mulawarman pernah mengadakan kurban emas dan 20.000 ekor lembu untuk Brahmana.
2.   Kerajaan Tarumanegara
Kerajaan Tarumanegara berkembang di tepi Sungai Citarum, sekitar kota Bogor, Jawa Barat sekitar abad 5 M. Kerajaan Tarumanegara mengalami kejayaan pada masa Raja Purnawarman. Adapun sumber sejarah Tarumanegara diperoleh dari prasasti dan berita Cina, yaitu sebagai berikut:
-     Prasasti Tugu, ditemukan di Desa Tugu, Cilincing, Jakarta Utara. Menjelaskan perintah penggalian Sungai Gomati sepanjang 6122 tumbak atau ± 12 km.
-     Prasasti Lebak, ditemukan di daerah Lebak, Banten Selatan. Isinya tentang tanda keperwiraan, keagungan, dan keberanian yang sesungguh-sungguhnya dari raja dunia, yang mulia Purnawarman yang menjadi panji sekalian raja.
-     Prasasti Kebon Kopi, ditemukan di Bogor, bergambar dua tapak kaki gajah dan tulisan yang berbunyi “Inilah dua telapak kaki gajah yang seperti Airawata gajah penguasa Negeri Taruma yang gagah perkasa”.
-     Prasasti Ciaruteun, ditemukan di Bogor, bergambar dua telapak kaki manusia dan tulisan yang berbunyi “Inilah dua bekas telapak kaki, yang seperti kaki Dewa Wisnu ialah kaki yang mulia penguasa Negeri Taruma”.
-     Prasasti Jambu dan Prasasti Pasir Awi, ditemukan di Bogor.
Dari berita Cina yang ditulis oleh Fa-Hien seorang pendeta Budha dari Cina. Pada tahun 414 M terdapat kerajan yang bernama Tolomo. Dalam perjalanan menuju India, ia singgah di Yepoti (Jawa). Di Tolomo, raja memiliki kekuasaan yang besar dan dianggap sebagai keturunan dewa. Yang dimaksud Tolomo adalah Kerajaan Tarumanegara.
3.   Kerajaan Mataram Kuno
Kerajaan Mataram Kuno terletak di Jawa Tengah tepatnya di daerah Kedu sampai sekitar Prambanan. Kerajaan ini dipimpin oleh beberapa dinasti, yaitu:
a.   Dinasti Sanjaya
Kerajaan Mataram Dinasti Sanjaya terletak di Jawa Tengah yang berkuasa pada tahun 732 M. Dinasti Sanjaya beragama Hindu dan berkuasa di Jawa Tengah bagian utara. Kejayaan Dinasti Sanjaya pada masa pemerintahan Raja Balitung yang menguasai Jawa Tengah dan Jawa Timur. Sumber sejarahnya antara lain:
a.   Prasasti Canggal (732M); Isinya menerangkan bahwa Raja Sanjaya mendirikan sebuah Lingga di Bukit Kunjarakunja.
b.   Prasasti Balitung (907 M); Isinya memuat silsilah Dinasti Sanjaya.
Nama raja-raja yang pernah memerintah diantaranya: Sanjaya; Panangkaran; Panunggalan; Warak; Garung; Pikatan; Kayuwangi; Watuhumalang; Balitung; Daksa; Tulodhong; dan Wawa. Peninggalan Dinasti Sanjaya meliputi; Candi Prambanan; Candi Gedong Songo; Kompleks Candi Dieng; Candi Pringapus; dan Candi Selogiri.
b.   Dinasti Syailendra
Kerajaan Mataran Dinasti Syailendra letaknya di Jawa Tengah bagian selatan mulai berkuasa pada tahun 778 M. Sumber sejarah:
a.   Prasasti Kalasan (778 M); Isinya menerangkan bahwa Raja Panangkaran telah membangun sebuah bangunan suci untuk Dewi Tara.
b.   Prasasti Kelurak (782 M); Isinya tentang pembuatan arca Manjusri yang terletak di sebelah utara Prambanan.
c.   Prasasti Karangtengah (824 M). Memuat tulisan yang menerangkan bahwa Raja Samaratungga mendirikan bangunan suci di Wenuwana. Para ahli menyebutkan sebagai Candi Ngawen.
Pada akhir abad ke-8, Dinasti Syailendra mulai terdesak oleh Dinasti Sanjaya di wilayah Jawa Tengah bagian Selatan. Raja-raja dari Dinasti Syailendra adalah sebagai berikut: Raja Banu; Raja Wisnu; Raja Indra; Raja Samaratungga; Raja Pramodhawardani.
Puncak kejayaan Dinasti Syailendra dicapai pada masa pemerintahan Raja Indra. Sedangkan kemunduran Dinasti Syailendra mulai terjadi pada masa pemerintahan Samaratungga.
Adapun peninggalan Dinasti Syailendra, antara lain Candi Borobudur, Candi Kalasan dan Candi Pawon, Candi Sari, Candi Sewu, Candi Ngawen.
c.   Dinasti Isyana
Dinasti Isyana berkuasa pada tahun 918 M, dinasti ini didirikan oleh Mpu Sendok dan menjadi raja Medang yang pertama (Prasasti Anjuk Ladang tahun 937 M). Dinasti ini merupakan keturunan Mpu Sendok sampai Airlangga (Prasasti Calcuta). Kerajaan ini berdiri di Jawa Timur dan sering disebut Kerajan Medang. Pada akhir pemerintahannya, Raja Airlangga membagi kerajaannya menjadi Jenggala (Singasari) dan Panjalu (Kediri). Namun, kerajaan yang bertahan adalah kerajaan Kediri. Raja Airlangga wafat pada tahun 1049. Sumber Sejarah diantaranya: Prasasti Limus; Prasasti Pucangan; Prasasti Gandha Kuti.
4.   Kerajaan Sriwijaya
Sumber sejarah Kerajaan Sriwijaya adalah prasasti serta berita dari Cina. Prasasti-prasasti yang menjadi sumber sejarah Kerajaan Sriwijaya antara lain: Prasasti Kedukan Bukit (682M); Prasasti Talang Tuo (684 M); Prasasti Telaga Batu; Prasasti Kota Kapur dan Karang Berahi (685 M); Prasasti Pallas Pasemah. Sedangkan prasasti yang ditemukan di luar negeri, antara lain Prasasti Nalanda (India) dan Prasasti Ligor (di tanah genting Kra).
Berita luar negeri yang dijadikan sumber informasi Kerajaan Sriwijaya, yaitu: Catatan I-Tsing yang menjelaskan bahwa di negeri Sriwijaya ada seribu orang pendeta yang belajar agama Budha, para pendeta Cina lainnya yang akan belajar agama Budha ke India dianjurkan untuk belajar terlebih dahulu di Sriwijaya selama satu sampai dua tahun. Para pendeta yang belajar agama Budha itu dibimbing oleh seorang guru yang bernama Sakyakirti.
Sriwijaya mencapai puncak kejayaan dimasa pemerintahan Balaputradewa. Ada pun faktor pendorong Kerajaan Sriwijaya tumbuh menjadi kerajaan maritim besar antara lain:
a.   Letaknya strategis di tepi jalur perdagangan nasional dan internasional.
b.   Sriwijaya memiliki armada laut yang kuat dan tangguh.
c.   Runtuhnya Kerajaan Funan di Vietnam Selatan, memungkinkan Sriwijaya mengembangkan kekuasaan laut.
d.   Palembang terletak di Sungai Musi, sehingga baik sekali sebagai pusat perdagangan.
Adapun faktor penyebab kemunduran Kerajaan Sriwijaya antara lain:
a.   Faktor alam; kota Palembang makin jauh dari laut, sehingga kapal-kapal dagang yang datang makin berkurang.
b.   Faktor ekonomi; Oleh karena tidak banyak kapal singgah, maka pajak sebagai sumber pendapatan juga makin berkurang.
c.   Faktor politik; Sriwijaya tidak mampu lagi mengontrol daerah kekuasaannya, sehingga daerah di bawah kekuasaannya banyak yang berusaha melepaskan diri.
d.   Faktor militer; Sriwijaya menerima serangan dari luar. Serangan itu, antara lain datang dari Kerajaan Colamandalu (India) tahun 1023 M dan 1068 M. Pasukan Kertanegara (Singasari) yang tergabung dalam Ekspedisi Pamalayu juga pernah menduduki Sriwijaya. Akhirnya pada tahun 1377 M, Sriwijaya diduduki oleh Majapahit.
Adapun peninggalan kebudayaan Kerajaan Sriwijaya antara lain: Candi Muara Takus di Bangkinang, Tampar, Riau, dan Kelompok Candi Gunung Tua di Padang Sidempuan.
5.   Kerajaan Kediri
Untuk menghindari perebutan kekuasaan di antara putra-putranya, Raja Airlangga membagi daerah kekuasaannya menjadi dua, yaitu Jenggala diserahkan kepada Garasakan dengan ibukota di Kahuripan dan Panjalu (Kediri) diserahkan kepada Samarawijaya dengan ibu kota di Daha. Akan tetapi tetap saja terjadi perang di antara kedua saudara tersebut. Peperangan itu terjadi pada tahun (1044-1052) dan dimenangkan oleh Samarawijaya dari kerajaan Panjalu.
Raja-raja yang pernah memerintah Kediri, antara lain: Jayawarsa (1104 M); Kameswara (1115 – 1130 M); Jayabaya (1130 – 1160 M); Sarweswara (1160 – 1170 M); Aryeswara (1170 – 1180 M); Sri Gandra (1181 M); Sringga (1190 – 1200 M); dan Kertajaya (1200 – 1222 M).
Ada pun karya sastra yang diciptakan pada masa Kerajaan Kediri antara lain:
a.   Bharatayudha, karya Mpu Sedah dan Mpu Panuluh, yang dikarang pada masa Jayabaya.
b.   Hariwangsa dan Gathotkacasraya karya Mpu Panuluh, yang dikarang pada masa Jayabaya.
c.   Smaradhahana karya Mpu Darmaja, yang dikarang pada masa Kameswara.
d.   Lubdhaka dan Wretasancaya karya Tan Akung, yang dikarang pada masa Kameswara.
Kerajaan Kediri mencapai masa kejayaan ketika diperintah Jayabaya. Selain sebagai pemimpin yang tangguh, Jayabaya juga pintar meramal. Kerajaan Kediri mengalami kemunduran pada masa pemerintahan Kertajaya karena serangan Ken Arok dari Tumapel (daerah kekuasaan Kediri) pada tahun 1222 dalam pertempuran di Ganter.
6.   Kerajaan Singasari
Sumber sejarah Kerajaan Singasari kitab Pararaton (yang menceritakan riwayat Ken Arok dan urutan raja-raja Singosari) dan kitab Negarakertagama yang ditulis Mpu Prapanca.
Kerajaan Singasari didirikan oleh Ken Arok yang sekaligus pendiri Dinasti Rajasa dan Dinasti Girindra. Ken Arok merupakan cikal bakal raja-raja Singosari dan Majapahit. Setelah membunuh Tunggul Ametung pada tahun 1222, Ken Arok terlibat peperangan dengan Kertajaya dari Kediri. Dalam suatu pertempuran di Genter, Kertajaya berhasil dikalahkan Ken Arok. Atas prakarsa Ken Arok, Kediri dan Tumapel digabungkan menjadi Kerajaan Singasari. Ken Arok naik tahta dengan gelar Sri Rangga Rajasa Amurwabhumi dan mempersunting Ken Dedes (istri dari Tunggul Ametung). Ken Arok meninggal dibunuh oleh Anusapati (anak Ken Dedes dengan Tunggul Ametung). Raja-raja yang pernah memerintah Kerajaan Singasari, antara lain: Ken Arok (1222 – 1227 M); Anusapati (1227 – 1248 M); Tohjaya (1248 M); Ranggawuni (1248 – 1268 M); Kertanegara (1268 – 1292 M). Singasari mencapai puncak kejayaan pada masa pemerintahan Kertanegara.
Politik dalam negeri Kertanegara antara lain:
a.   Menggeser pembantu-pembantunya yang dianggap menghalang-halangi cita-citanya, misalnya Patih Raganatha digantikan dengan Aragani.
b.   Berbuat baik terhadap lawan-lawan politiknya, misalnya mengangkat Jayakatwang menjadi Raja Kediri.
c.   Memperkuat angkatan perang.
Politik luar negeri Kertanegara meliputi:
a.   Mengadakan Ekspedisi Pamalayu (1275 M) dan ekspedisi ke Bali (1248 M).
b.   Menguasai Jawa Barat pada tahun 1289 M.
c.   Menguasai Pahang dan Tanjungpura.
Beberapa faktor pendorong runtuhnya Singasari adalah sebagai berikut:
a.   Kertanegara terlalu memerhatikan urusan luar negeri, sehingga tidak menyadari bahaya yang datang dari dalam negeri.
b.   Singasari lemah karena banyak pasukan yang dikirim ke luar negeri.
c.   Kertanegara terlalu baik kepada musuh-musuhnya.
d.   Kekecewaan para pembantunya yang digeser.
e.   Serbuan Raja Jayakatwang (Kediri) pada tahun 1292 M.
Adapun peninggalan Kerajaan Singasari antara lain: Candi Kidal sebagai makam Anusapati di Malang; Candi Jawi di Prigen; Candi Singasari di Malang; Candi Jago sebagai makam Wisnu Wardhana; dan Patung Prajna Paramita sebagai patung perwujudan Ken Dedes.
7.   Kerajaan Majapahit
Sumber sejarah dari kerajaan Majapahit adalah prasasti (Prasasti Kudadu), kitab (Negarakertagama dan Pararaton) dan berita dari Cina (kitab Ying Yai Sheng Lan karangan Ma Huan dan catatan-catatan dalam tambo Dinasti Ming).
Setelah kerajaan Singasari runtuh akibat serangan Jayakatwang, Raden Wijaya menantu Kertanegara yang berhasil meloloskan diri dan pergi ke Madura dilindungi oleh Arya Wiraraja (Bupati Sumenep dari Madura). Beberapa tahun kemudian Raden Wijaya menyerang balik Jayakatwang dengan memanfaatkan tentara Mongol yang ingin menaklukkan Singasari. Raden Wijaya naik tahta dengan gelar Kertarajasa Jayawardhana (1293-1309 M) setelah dapat mengalahkan Singasari dan Mongol. Raja yang berkuasa setelah Raden Wijaya diantaranya Jayanegara (1309-1328M); Tribhuwanatunggadewi (1328-1350M); Hayam Wuruk (1350-1389M); Wikrama Wardhana (1389-1429M).
Pada masa pemerintahan Jayanegara, Majapahit banyak dilanda pemberontakan yang dipimpin oleh: Ranggalawe (1309 M); Lembusora (1311 M); Juru Demung (1313 M); Mandana dan Wagal (1314 M); Nambi (1316 M); Lasem dan Semi (1318 M); Kuti (1319 M). Semua pemberontakan tersebut dapat dipadamkan oleh Gajah Mada. Pada tahun 1328 Jayanegara dibunuh oleh Tanca, tabib istananya. Dan Tanca sendiri dapat dibunuh oleh Gajah Mada.
Pada masa pemerintahan Tribhuwanatunggadewi, meletus pemberontakan Sadeng dan Keta (1331 M). Berkat tindakan Gajah Mada, pemberontakan ini berhasil dipadamkan. Atas keberhasilannya ini, Gajah Mada kemudian diangkat sebagai mahapatih. Sebelum diangkat menjadi mahapatih, Gajah Mada mengucapkan sumpah yang dikenal dengan Sumpah Palapa (1333 M).
Puncak kejayaan Majapahit dicapai pada masa pemerintahan Hayam Wuruk. Majapahit dapat tampil sebagai kerajaan besar karena didorong oleh faktor-faktor sebagai berikut:
a.   Secara geografis letaknya baik, yaitu di tengah-tengah nusantara.
b.   Terletak di tepi Sungai brantas, sehingga mudah dilayari kapal-kapal.
c.   Tanahnya subur sehingga banyak menghasilkan barang/komoditas ekspor.
d.   Munculnya tokoh-tokoh negarawan, seperti Hayam Wuruk dan Gajah Mada.
Adapun faktor-faktor penyebab keruntuhan Majapahit adalah sebagai berikut:
a.   Sepeninggal Hayam Wuruk dan Gajah Mada, tidak ada lagi negarawan setangguh mereka.
b.   Perang saudara yang berkelanjutan (Perang Paregreg: perang saudara antara Bhre Wirabumi melawan Wikrama Wardhana) memperlemah Majapahit.
c.   Kemunduran ekonomi dan perdagangan.
d.   Pengaruh perkembangan agama Islam, terutama di daerah pesisir Jawa.
Hasil-hasil kebudayaan Majapahit, antara lain: Candi Panataran di Blitar; Candi Pari di Porong; Candi Tikus dekat Mojokerto; Candi Sumberjati; Candi Antahpura; Candi Rimbi. 

A.  Ajaran Hindu dan Budha

1.   Hindu
Agama Hindu pada merupakan sinkretisme (perpaduan) antara kepercayaan bangsa Dravida, yang merupakan penduduk asli India, dengan bangsa Arya, yang merupakan bangsa pendatang dari Asia Tengah yang berhasil menaklukkan bangsa Dravida sekitar tahun 1500 SM. Agama Hindu mempunyai konsep politheisme yaitu menyembah banyak dewa. Tiga dewa utama dari umat Hindu adalah dewa Brahma (dewa pencipta), dewa Wisnu (dewa pemelihara) dan dewa Syiwa (dewa perusak) yang ketiganya biasa disebut Tri Murti. Salah satu pokok dalam ajaran Hindu adalah konsep reinkarnasi atau dilahirkan kembali sebagai penebusan dosa karena masih banyaknya dosa dan kesalahan yang dilakukan di kehidupan sebelumnya. Jadi tujuan dari manusia hidup di dunia adalah moksha atau tidak dilahirkan kembali dan tinggal di nirwana yang penuh kenikmatan.
Agama Hindu berpedoman pada kitab suci Weda, Brahmana dan Upanisad.
a. Kitab Weda terdiri dari empat himpunan (Samhita).
1.   Regweda, berisi puji-pujian terhadap dewa.
2.   Samaweda,berisi nyanyian-nyanyian suci yang slokanya diambil dari Regweda.
3.   Yayurweda, berisi penjelasan tentang sloka-sloka yang diambil dari Regweda.
4.   Atharwaweda,berisi mantra-mantra yang digunakan untuk berbagai keperluan seperti (sihir, ilmu gaib, mengusir penyakit, menghancurkan musuh, mengikat cinta, serta memperoleh kedudukan dan kekuasaan).
b. Kitab Brahmana adalah kitab suci yang terdiri keterangan tentang upacara sesaji.
c. Kitab Upanisad adalah kitab suci yang berisi ajaran ketuhanan dan makna hidup.
Dalam agama Hindu masyarakat diklasifikasikan menjadi 4 kelas yang mempunyai hak dan peranan yang berbeda-beda, yaitu :
a.   Kasta Brahmana, terdiri atas para pendeta.
b.   Kasta Ksatria, terdiri atas para raja dan bangsawan.
c.   Kasta Waisya, terdiri atas para pedagang dan kaum buruh menengah.
d.   Kasta Sudra, terdiri atas para petani, buruh kecil dan budak.
Hari raya umat Hindu ialah Galungan, Kuningan, Saraswati, Pagerwesi, Nyepi, dan Siwaratri.
2.   Budha
Pada awalnya Budha merupakan salah satu aliran dalam agama Hindu yang disebut budhisme. Budhisme dimunculkan dan dikembangkan oleh Sidharta Gautama sebagai protes atas ketidakadilan sistem kasta dalam masyarakat Hindu, dimana kasta rendahan mengalami ketidakadilan. Sidharta sebenarnya masuk dalam kasta ksatria karena merupakan putra dari Raja Sudhodana dari kerajaan Kapilawastu. Tetapi kemudian dia meninggalkan semua kemewahan istana dan menjadi pertapa setelah dia melihat kehidupan di luar istana yang sangat memprihatinkan. Dalam pertapaannya dia memperoleh bodhi dan disebut Sang Budha (yang disinari).
Umat Budha mempunyai kitab suci yang disebut Tripitaka yang berarti tiga keranjang. Isi dari kitab Tripitaka adalah :     
a.   Winayapitakaberisi tentang peraturan dan hukum yang menentukan cara hidup para pemeluk agama Budha.
b.   Sutrantapitaka, berisi wejangan sang Budha.
c.   Abdidharmapitaka, berisi keterangan dan penjelasan tentang agama Budha.
Umat Budha meyakini bahwa manusia hidup di dunia berada dalam kesengsaraan (samsara), oleh karena itu kesengsaraan dapat dihentikan dengan mengamalkan astavidha (delapan jalan) yaitu : Ajaran yang benar; Niat yang benar; Perkataan yang benar; Perbuatan yang benar; Penghidupan (mata pencaharian) yang benar; Usaha (daya upaya) yang benar; Perenungan yang benar; Samadi (bersemedi) yang benar.
 Dalam perjalanannya, ajaran Budha terpecah menjadi 2 aliran yaitu :
a.   Budha Hinayana (kendaraan kecil)
Aliran ini berpendapat bahwa setiap orang harus berusaha sendiri-sendiri untuk masuk nirwana tanpa pertolongan orang lain. Hal itu sesuai dengan ajaran Budha pada awalnya.
b.   Budha Mahayana (kendaraan besar)
Aliran ini berpendapat sebaiknya manusia berusaha bersama-sama dan saling membantu dalam mencapai nirwana.
Umat Budha merayakan hari raya Triwaisak yaitu peringatan kelahiran, turunnya Bodhi dan kematian Sang Budha.
B.  Proses Masuknya Hindu-Budha di Indonesia
Proses masuknya kebudayaan Hindu dan Budha berlangsung sangat panjang. Keterlibatan berbagai pihak sangatlah menentukan perkembangan kebudayaan ini. Mulai dari pedagang, tokoh agama bahkan hingga orang biasa.
Menurut Van Leur dan Wolters, hubungan dagang Indonesia dan India lebih dahulu berkembang daripada hubungan dagang yang dilakukan Indonesia dan Cina. Terlibatnya Indonesia dalam kegiatan perdagangan, berakibat terjadinya akulturasi kebudayaan, terutama dengan budaya India, yaitu agama Hindu dan Budha. Dari hubungan perdagangan tersebut, muncul beberapa teori mengenai proses masuknya budaya Hindu-Budha ke Indonesia.
a.   Teori Brahmana
Teori ini mengungkapkan bahwa kebudayaan Hindu dan Budha menyebar ke Indonesia di bawa kaum brahmana. Kemungkinan teori ini adalah yang paling benar, hal ini terbukti dengan ditemukannya Yupa Kutai yang menyebutkan bahwa penyebaran ajaran Hindu dilakukan melalui upacara keagamaan, dan hal ini hanya dapat dilakukan oleh para brahmana. Pendukung teori ini adalah J.C. van Leur.
b.   Teori Ksatria
Teori ini mengungkapkan bahwa agama Hindu dan Budha menyebar ke Indonesia karena pengaruh dari para bangsawan. Hal ini dibuktikan dengan adanya koloni baru yang dibentuk orang India di Indonesia. Di tempat barunya para bangsawan menyebarkan agama dan budaya Hindu-Budha. Pendukung teori ini adalah C.C. Berg dan Majumdar.
c.   Teori Waisya
Teori ini menyatakan bahwa proses masuknya kebudayaan Hindu-Budha melalui hubungan dagang antara India dan Indonesia. Para pedagang dari India banyak yang menetap di Indonesia yang kemudian jalinan hubungan itu telah membuka peluang bagi terjadinya proses penyebaran kebudayaan Hindu-Budha. Pendukung teori ini diantaranya N. J. Krom dan Purbacaraka.
d.   Teori Sudra
Von van Faber mengungkapkan bahwa peperangan yang terjadi di India telah menyebabkan golongan Sudra menjadi orang buangan. Kemudian mereka meninggalkan India mengikuti kaum Waisya. Dengan jumlah yang besar diduga golongan Sudralah yang memberi andil besar dalam penyebaran budaya/agama Hindu ke nusantara.
e.   Teori Arus Balik
Teori ini diungkapkan oleh F.D.K. Bosch, Bosch meyakini bahwa orang Indonesialah yang paling berperan dalam penyebaran Hindu-Budha di nusantara. Setelah di awali orang-orang India, penduduk Indonesia yang ingin tahu lebih dalam tentang ajaran Hindu-Budha langsung berlayar ke india untuk belajar. Kemudian setelah pulang ke indonesia mereka menyebarkan apa yang sudah mereka pelajari. Teori berdasar pada ditemukannya arca Budha di Sempaga, Sulawesi Selatan, yang sangat mirip dengan arca yang dibuat di Amarawati (India).
C. Pengaruh Unsur Kebudayaan Hindu-Budha Terhadap Kehidupan Masyarakat Indonesia
1.   Bidang agama
Ketika memasuki zaman sejarah, masyarakat di nusantara telah menganut kepercayaan animisme dan dinamisme. Masyarakat mulai menerima sistem kepercayaan baru, yaitu agama Hindu-Budha. Sejak berinteraksi dengan orang-orang India budaya baru tersebut membawa perubahan pada beragama. Misalnya, dalam hal tata krama, upacara-upacara pemujaan, dan bentuk tempat peribadatan).
2.   Bidang sosial
Dalam bidang ini kebudayaan India mempengaruhi pada sistem pemerintahan dan kemasyarakatan. Dalam sistem ini kelompok-kelompok kecil masyarakat bersatu dengan kepemilikan wilayah. Kepala suku yang terbaik dan terkuat berhak menduduki kekuasaan kerajaan. Oleh karena itu, lahir kerajaan-kerajaan seperti, Kutai, Tarumanegara, Sriwijaya, dan lain-lain.
3.   Bidang seni
Pengaruh dari kebudayaan Hindu-Budha ini dapat berupa relief, sastra. Untuk seni relief banyak dijumpai hiasan-hiasan pada dinding candi yang sesuai dengan unsur India. Di bidang seni sastra, terlihat pada penggunaan huruf Pallawa dan bahasa Sanskerta pada prasasti-prasasti. Adanya cerita Mahabarata dan Ramayana yang bersumber pada kebudayaan India. Selain itu adapun kitab-kitab yang dihasilkan oleh para pujangga Indonesia seperti: Arjunawiwaha (Mpu Kanwa); Sutasoma (Mpu Tantular); Negarakertagama (Mpu Prapanca).
4.   Bidang bahasa
Kerajaan-kerajaan Hindu-Budha di Indonesia meninggalkan beberapa prasasti yang sebagian besar berhuruf Pallawa dan berbahasa Sansekerta. Dalam perkembangan selanjutnya bahkan hingga saat ini, bahasa Indonesia memperkaya diri dengan bahasa Sansekerta. Kalimat atau kata-kata bahasa Indonesia yang merupakan hasil serapan dari bahasa sansekerta, seperti: Pancasila, Dasa Dharma, Kartika Eka Paksi, dan Parasamya Purnakarya Nugraha.
5.   Bidang pendidikan
Dalam bidang ini kaum brahmana merupakan kelompok yang mempunyai pengaruh, karena yang memberikan ilmu dalam masyarakat. I-Tsing mengungkapkan bahwa di Kerajaan Sriwijaya telah didirikan sekolah setaraf perguruan tinggi yang menampung biarawan untuk belajar agama Budha.

No comments:

Post a Comment